(http://jakarta.108jakarta.com/2012/09/tugu-itu-rawa-dan-sarang-nyamuk-malaria)

Dari ratusan tahun yang lalu, Indonesia sudah dikenal sebagai negara kepulauan yang memiliki peluang besar untuk menjadi tempat untuk disinggahi. Dari berbagai macam catatan sejarah, banyak bangsa lain yang tidak hanya singgah melainkan juga menjajah Indonesia, seperti Belanda, Portugis, dan lainnya, yang keseluruhan bangsa tersebut sangat terpukau dengan kebudayaan, keindahan alam Indonesia serta hasil buminya. Kedatangan bangsa-bangsa ini ternyata memberi pengaruh dan dampak terhadap kebudayaan yang tersebar diseluruh Indonesia termasuk pulau Jawa khususnya Jakarta dari berbagai bangsa yang didatanginya. Pengaruh tersebut dapat menjadi sebuah keuntungan, maupun kerugian jika kita tidak mengolahnya dengan baik. Sampai saat ini, banyak keuntungan yang didapatkan, ter-utama bagi kekayaan kebudayaan, seperti musik, tarian, lagu-lagu, bahasa dan masih banyak lagi.

Keragaman budaya ini seharusnya tidak disia-siakan begitu saja. Industri pariwisata, yang merupakan industri yang sedang berkembang pesat di era ini, harus ikut berpartisipasi dalam mengembangkan warisan-warisan keragaman budaya ini. Potensi-potensi ini dapat menjadi daya tarik wisata bagi para wisatawan yang jatuh hati terhadap Indonesia. Hal ini tentunya akan membawa dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi, baik bagi negara, pelaku-pelaku industri pariwisata dan juga bagi masyarakat. Cakupan dari pertumbuhan ekonomi ini biasanya dari pembukaan lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan, yang nantinya akan meningkatkan taraf hidup pelaku-pelaku industri pari-wisata, masyarakat dan sekitarnya. Sebagai industri yang kompleks, pariwisata dapat mencakup beberapa sektor-sektor yang akan mendukung pengembangan ini, seperti akomodasi, jasa boga, transportasi, atraksi wisata, cendera mata, dan sebagainya. Sektor-sektor pendukung ini sekaligus menyokong keberadaan pariwisata itu sendiri.

Salah satu kekayaan Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain adalah keragaman budaya, yang akhirnya menimbulkan komunitas-komunitas masyarakat yang memiliki warisan adat-istiadat dan budayanya tersendiri. Perbedaan ini dapat menjadi sesuatu keragaman yang unik karena setiap komunitas masyarakat pasti memiliki unsur-unsur pokok kebudayaan, mulai dari bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan tek-nologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, hingga kesenian (Prof. Dr. Koentjaranignrat, 2009:165), yang ber-beda-beda pula. Saat ini sudah banyak komunitas-komunitas masyarakat yang dikenal dengan kebudayaannya yang ken-tal dan masih dilestarikan hingga sekarang. Salah satunya, komunitas masyarakat Kampung Tugu di Jakarta Utara. Hasil dari pengaruh kebudayaan Portugis yang dahulu masuk ke daerah tersebut membawa dampak positif bagi masyarakat setempat. Hal ini terlihat dari kesenian, bahasa, gedung Gereja Tugu, bahkan struktur wajah mereka yang menunjukkan adanya percampuran keturunan. Pemerintah Indonesia melalui SK Gubernur tahun 1970 yang ditanda tangani oleh Ali Sadikin menetapkan Gereja GPIB Tugu sebagai bangunan cagar budaya karena bangunan ini dinilai memiliki arti sejarah yang penting. Selain itu, kesenian yang terkenal dari masyarakat Tugu adalah Keroncong Tugu, yang mana sudah ada sejak puluhan tahun silam. Keroncong Tugu ini sangat berbeda dari konotasi permainan keroncong yang dipikirkan banyak orang, karena cara bermain alat musik Keroncong Tugu berbeda dengan yang lainnya. Masyarakat Tugu sangat mengakui adanya pengaruh bangsa dan kebudayaan Portugis dalam cara mereka melakukan kesenian tersebut.

Kampung Tugu merupakan sebuah kampung dengan perpaduan budaya Portugis dan Indonesia. Selain itu, kampung ini merupakan salah satu kampung bersejarah yang terletak di Jl. Raya Tugu Semper Barat No. 20 Semper Barat Cilincing Jakarta Utara DKI Jakarta. Berjarak 5 km dari pantai dengan ketinggian + 2 meter dari permukaan laut. Keadaan geografis Kampung Tugu berupa dataran rendah yang dahulunya merupakan daerah persawahan yang cukup luas dengan irigasi yang baik.

Asal nama Tugu sendiri sampai saat ini masih menjadi jawaban yang belum diketahui kebenarannya. Karena nama Tugu sendiri memiliki beberapa pendapat, diantaranya diambil dari istilah “Tugu Prasasti” peninggalan dari Raja Purnawarman.  Atau kata “Portuguese” yang berarti Portugis.

Pada awalnya, Portugis masuk ke Indonesia pada tahun 1511, kemudian Belanda masuk dan Portugis mengalami kekalahan dalam perang, yang akhirnya membuat angkatan bersenjata Portugis ditawan di Malaka. Pada tahun 1661, para tawanan ini dipindahkan ke Kampung Tugu. Karena para angkatan bersenjata yang dipindahkan dari Malaka ini mampu bersosial dengan baik dengan masyarakat sekitar, akhirnya para tawanan Belanda ini menikah dengan masyarakat setempat. Dan menjadikan kampung ini menjadi kampung dengan perpaduan dua kebudayaan. Hingga saat ini, telah menjadi keturunan yang ke IX.

Kesenian khas di Kampung Tugu yang masih terasa kental di masyarakat Tugu adalah musik keroncong. Hal ini dibuktikan dengan sering diputarnya musik keroncong. Selain itu, ada juga tari-tarian yang sering di tarikan saat berkumpul-kumpul. Kampung Tugu juga memiliki beberapa tradisi yang masih dijalankan hingga saat ini, diantaranya adalah Rabo-rabo dan Mandi-mandi.

(http://www.indonesia-heritage.net/2012/07/keroncong-tugu-musik-khas-kampung-tugu/)

Keroncong merupakan kesenian yang sangat terkenal dari Kampung Tugu. Hingga saat ini, ada tiga jenis musik keroncong yang dikenal oleh masyarakat Tugu yaitu Keroncong Tugu, Keroncong Cavaquinho dan Keroncong Cornelius. Keroncong Cavaquinho merupakan keroncong yang berasal dari Portugis  yang merupakan asal muasal Keroncong  Tugu.

Pengaruh kebudayaan Portugis pada musik Keroncong terletak pada lagu dan alat musiknya. Pada alat musik yang dipengaruhi Portugis, berkembang keroncong dengan alat musik dengan tali tiga, tali empat dan tali lima. Namun, saat ini pengaruh kebudayaan Portugis pada musik keroncong tidak lagi digunakan, seperti halnya dengan alat musik saat ini hanya menggunakan tali lima.

Rabo-rabo adalah tradisi untuk mempererat silaturahmi antar keluarga dan kerabat dan juga untuk saling bermaaf-maafan. Satu keluarga datang ke keluarga lain, lalu dua keluarga ini bersama-sama mendatangi keluarga lain dan begitu seterusnya. Tradisi Rabo-rabo ini di-laksanakan pada awal tahun baru.

Berselang seminggu dari acara Rabo-rabo, kemudian dilaksanakan tradisi Mandi-mandi. Tradisi ini dilaksanakan sebagai ungkapan syukur. Yang unik dari tradisi Mandi-mandi ini adalah setiap warga saling mencoret-coret wajah satu sama lainnya dengan tepung. Tepung yang putih ini menggambarkan kehidupan yang baru dengan jiwa yang baru di tahun baru.

Festival Kampung Tugu merupakan salah satu rangkaian kegiatan yang diadakan setiap tahunnya di sekitar Kampung Tugu. Namun, festival ini bukan tradisi dari masyarakat Kampung Tugu. Festival ini merupakan kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Jakarta Utara, untuk menambah daya tarik wisatawan, terutama wisatawan dari Portugis.

Kampung Tugu juga memiliki komunitas yang bernama Ikatan Keluarga Bersar Tugu (IKBT). Komunitas ini me-rupakan perkumpulan keturunan dari orang-orang Portugis yang ada di Kampung Tugu. Saat ini, jumlah anggota komunitas ini sekitar 300 sampai dengan 400 Kepala Keluarga. Sebagian anggota masih tinggal di kampung ini dan se-bagiannya lagi tersebar di Jabodetabek.

Tidak hanya terkenal dengan musik keroncongnya, kampung ini juga memiliki beberapa benda peninggalan-peninggalan bersejarah. Seperti gereja, lonceng gereja, kursi dan satu rumah penduduk yang masih asli dan bertahan hingga sekarang. Ada juga tugu prasasti yang dulunya terletak di Simpang Lima Semper, namun saat ini telah dipindahkan ke museum.

Mata pencaharian masyarakat Tugu pada zaman dulu adalah berburu, menembak dan melaut. Dengan seiringnya zaman, kebiasaan tersebut saat ini tidak lagi dilakukan. Untuk saat ini, masyarakat Tugu lebih mengandalkan mata pencaharian seperti masyarakat saat ini pada umumnya, yaitu PNS, wirausawahan, berprofesi sebagai guru dan lainnya.

Seiring dengan perkembangan zaman, dengan berbagai kekayaan sejarah, kesenian, maupun kebudayaan yang dimiliki, Kampung Tugu dapat dikem-bangkan dengan konsep Community Based Tourism atau CBT. Community Based Tourism adalah pembangunan atau pe-ngembangan pariwisata berbasis komu-nitas. Dengan konsep Community Based Tourism (CBT) penulis berharap wisata yang akan dikembangkan di Kampung Tugu ini memiliki keuntungan bagi ling-kungan, ekonomi masyarakat, pelestarian budaya dan kesenian.

Berikut ini kegiatan wisata yang berpotensi dikembangkan di Kawasan Kampung Tugu, yaitu :

  1. Portuguese Educational, merupa-kan wisata pendidikan dengan belajar bahasa Portugis.
  2. Historical Tours, merupakan wisata sejarah dengan fasilitas tour guide lokal. Sehingga, keaslian seja-rahnya tetap terjaga.
  3. Music Educational, merupakan wisata pendidikan musik, yaitu belajar musik Keroncong Tugu, dengan orang yang mengajarkan adalah  masyarakat Tugu.
  4. Learning Educational Dance, merupakan wisata pendidikan tarian tradisional masyarakat Tugu. Dengan demikian secara tidak langsung  tarian ini dapat dilestari-kan.
  5. Home Cooking, merupakan wisata kuliner, yaitu belajar membuat dan merasakan makanan khas masya-rakat Tugu.
  6. Homestay, merupakan fasilitas akomodasi yang berkerjasama dengan masyarakat setempat.

 DAFTAR PUSTAKA

Agnes & Kritandi. 2010. Perencanaan lanskap kawasan wisata sejarah perkampungan Portugis di Kampung Tugu, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/44590 (diakses 16 September 2015) Arieta, Siti. 2010. Community Based Tourism Pada Masyarakat Pesisir; Dampaknya Terhadap Lingkungan Dan Pemberdayaan Ekonomi. http://riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/7-jurnal-revisi-ARIETA-FISIP-UMRAH.pdf (diakses 16 September 2015 pukul 16:20)

Danandjaja, James. 2002. Folklor Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Graffiti.

Koentjaraningrat. 2009. Pegantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Mia,Hs. 2012. Menyusur Pesisir Jakarta (1):Jejak Gereja Tugu. http://www.kompasiana.com/mia9663/menyusur-pesisir-jakarta-1-jejak-portugis-di-gereja-tugu_550fff49a33311bf37ba7eeb (diakses 16 September 2015 pukul 18.50)

Zaenudin, Nurazizah. 2015. Contoh Kata Pengantar Makalah Yang Baik Terbaru. http://www.skipnesia.com/2014/10/contoh-kata-pengantar-makalah-yang-baik.html . (diakses 16 September 2015 pukul 18:45)

Serang, Bpcb. 2015. http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbserang/2015/03/13/gereja-tugu-jakarta-utara/ (diakses 16 sept 2015 pukul 10:54)

Jurnal Ilmiah Pariwisata. http://www.stptrisakti.ac.id/puslit/jurnal/JI-Pariwisata-Vol%2016%20No%202-Juli2011.pdf (diakses 14 September 2015 pukul 16:05)

Kampung Tugu. 2013. https://web.facebook.com/KampungTugu?fref=ts (diakses 16 September 2015 pukul 18.50)