Lahir dan besar di Jakarta dan sekitarnya, saya ingin sekali mencoba tinggal di “pelosok”. Dengan motivasi menginginkan work-life balance, kami (suami dan saya) sepakat untuk “hijrah” dari tanah Batavia. Pilihan kami jatuh pada Labuan Bajo, siapa yang tidak kenal, serpihan surga yang jatuh pada Bumi Tuhan di bagian timur Indonesia. Tempat yang kami pilih untuk tinggal sebenarnya sudah termasuk urban, namun masih tergolong tidak padat.

Pusat Perputaran Ekonomi Labuan Bajo. Dokumen pribadi

Sedikit mengenai Labuan Bajo. Labuan Bajo merupakan pusat daerah Kabupaten Manggarai Barat. Orang-orang yang tinggal disana berasal dari berbagai suku. Kebanyakan bersuku Manggarai, selebihnya orang-orang Bugis, Makassar, ada pula yang berasal dari Sumba, Lombok, Sumbawa, Timor, Kupang, Ende, Bajawa, dll.

Casual morning in fish market. Dokumen pribadi.

Selama tinggal di Labuan Bajo lebih dari 1 tahun, saya mendapati hal-hal yang sangat berbeda dengan kebudayaan yang saya miliki. Perbedaan budaya ini cukup membuat saya merasakan culture shock,  tergelitik, hingga akhirnya terbiasa. Tinggal di tempat yang memiliki kebudayaan berbeda meningkatkan self-awareness saya terhadap budaya sendiri dan budaya lain. Sebuah apresiasi terhadap budaya terbentuk dari praktis-praktis, situasi, dan tradisi yang berbeda dengan yang saya miliki. Tentunya tidak semua orang berfikir dan mengalami hal yang serupa, berikut perspektif saya:

1. Tidak ada batasan usia untuk secangkir kopi.

Who does not drink coffee? No body, jika kamu bertanya pada orang Manggarai. Even saya menjumpai anak umur 3 tahun minum kopi. Kopi pada orang Manggarai seperti menjadi budaya. Mereka tidak sekedar minum kopi, tapi mereka bangga meminumnya. Salah seorang kawan pernah bergurau bahwasannya kulit mereka hitam karena terlalu banyak minum kopi. Kopi manggarai, mereka menyebutnya, yang saya pelajari, di dalamnya ada budaya dan jati diri.

2. Nasi dan Kopi

Sewaktu kecil, kalau saya tidak mau makan, Ibu saya kerapkali menawarkan nasi dicampur dengan garam atau margarin. Kalau di Labuan Bajo, mereka makan nasi saja (tanpa apapun) dengan seduhan kopi sebagai pendamping. Coffee clearly elevates their simple di

3. Ikan Asin Bakar

Ikan asin adalah panganan yang tersebar hampir di seluruh Indonesia. Siapa yang tidak pernah makan ikan asin. Tapi ikan asin bakar? Siapa yang tidak kaget. Orang Manggarai punya kebiasaan yang menurut saya unik. Mereka memakan ikan asin dengan cara dibakar dan didampingi dengan singkong rebus. Namun ikan asin yang dibakar tidak sembarang ikan asin. Orang Manggarai mempunyai ikan asin khas daerahnya, Ikan Cara.

4. Pisang Lumur Saos

Terus terang, saya baru tahu bahwa pisang goreng bisa disantap dengan menggunakan saus cabai. Buat saya, pisang goreng atau panganan olahan pisang hanya cocok berdampingan dengan sesuatu yang manis, misal coklat, menjadi pisang coklat, atau dengan gula merah menjadi pisang ape. Kalaupun didampingi dengan sesuatu yang asin, mungkin dengan keju. Tapi pisang dengan sambal? Would you like to try?

5. Putar Kopi

Kali ini seputar Bahasa. Saya biasa memakai prediket “menyeduh” ketika membuat minuman. Orang Manggarai tidak mengenal menyeduh, mereka menyebutnya memutar. Putar kopi, putar susu, putar sirup, putar teh. Mungkin mereka mengadopsi kata “putar” karena  gerakan memutar pada saat mengaduk air dengan campurannya.

6. Selamat for every occasion

Apa yang kamu lakukan jika bertemu dengan orang lain yang mungkin tidak kamu kenal? Ucap halo? Tersenyum? Atau berpura-pura tidak melihat? Lain halnya di Labuan Bajo, orang-orang mengucapkan “Selamat” ketika menyapa. Just SELAMAT. Selamat tanpa embel-embel pagi, sore, atau malam selalu terdengar ketika saya menyalami orang lain, atau ketika berpapasan. Umumnya kata ini diutarakan oleh orang tua. Concise and perfect for every occasions.

7. Larangan Marah

Hari pertama saya menginjakan kaki di tanah Manggarai, saya mencoba pergi ke mini market. Saat itu saya mencari busa pencuci piring. Setelah menunggu agak lama, membiarkan pegawai mini market mencari apa yang saya butuhkan, datanglah ia dengan tangan kosong sembari berkata, “Jangan marah Kaka, tidak ada sponge nya”. Pada saat itu, sebenarnya saya setengah kaget dan tersinggung. Saya berfikir, apakah muka saya segalak itu, sehingga ia meminta saya untuk tidak marah. Saya menjawab, “Kenapa saya harus marah?” Ia hanya tersenyum. Belakangan saya baru tahu ternyata, ”jangan marah” itu lazim diucapkan sebagai pengganti kata “maaf”.

8. Menyuluh

Satu budaya yang paling saya kagumi sebagai pendatang di tanah timur Indonesia ini, yaitu kegiatan menyuluh. Menyuluh bukan berarti memberi penyuluhan ya :D. Menyuluh adalah  kegiatan menangkap ikan yang dilakukan pada setiap malam terang bulan (Bulan Purnama),  dimana laut sedang sangat surut. Menyuluh biasanya dilakukan dengan menggunakan tombak ataupun panah dan dilakukan di sekitar padang lamun pada bagian pantai atau laut yang surut. Hanya kaum lelaki yang diperbolehkan untuk ikut menyuluh. Bagi lelaki yang istrinya sedang hamil diperkenankan ikut, akan tetapi tidak diperbolehkan untuk membunuh ataupun menangkap hewan apapun. Biasanya keluarga di rumah (anak, istri) menunggu di rumah dan bersiap untuk memasak (right away) ikan-ikan dan hewan laut (seperti belut, kepiting) yang didapat dengan bumbu yang sangat sederhana (direbus dengan asam dan garam). Orang-orang disana biasanya tidak akan menyimpan ikan yang didapat untuk keesokan harinya karena beranggapan akan mengurangi tingkat kesegaran ikannya. Saya yang biasa menyetok (menyimpan) persediaan ikan selama seminggu tertegun. Hmm.

Berangkat Menyuluh. Dokumen Pribadi

9. Undang Saja Semua Orang

Jika kamu tinggal di Labuan Bajo, jangan heran kalau kamu akan mendapatkan banyak undangan pesta atau acara. Bahkan jika kamu tidak mengenal si-yang-punya acara, kamu bisa saja dapat undangannya. Kamu bisa dapat undangan untuk menghadiri pernikahan tantenya murid kamu, ataupun acara komuni ponakannya temanmu, pokoknya, you don’t know them at all. Yes, you allow to invite somebodies to your relations’ parties. Pernah suatu ketika, saya mengadakan acara syukuran anak kedua saya, dan saya sangat kaget ketika  mendapati banyak orang yang tidak saya kenal datang ke acara saya. Ternyata, orang yang saya undang, mengundang kembali orang lain untuk turut hadir. Lesson learned, if you create some parties, please be prepare for extra people.

10. Mami – Papi

Setiap acara apapun, mereka akan sempatkan untuk menari. Yup, apapun. Nikahan, seminar, pelatihan, pasti ada sesi berjoget ria. Ini kata mereka, “setiap ada Mami, pasti ada Papi”.  MAkan MInum dan PAtah PInggang. Tersebutlah Metikey, Flobamora, Ja’i, Mace Papua, Ciki ciki Bam. Paling tidak kamu harus bisa salah satu dari mereka untuk bisa dianggap “asik” 😀

Berikut sepuluh hal mengenai budaya orang-orang di Labuan Bajo yang saya anggap berbeda dan unik dari budaya yang saya miliki. Apakah kalian pernah merasakan perbedaan lintas budaya lainnya ketika berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain? Let me know what you think ?