Pernah mendengar tentang Nias? Nias tentu tidak asing di telinga kita masing-masing. Nias pernah muncul dalam gambar mata uang rupiah lama dengan nominal Rp 1000 melalui olahraga khasnya yaitu Lompat Batu. Nias juga merupakan sebuah destinasi surfing yang cukup dikenal di tingkat internasional karena ombaknya yang cukup menantang. Namun ternyata, ada hal lain yang juga menarik terutama bagi mereka yang tertarik dengan culture dan heritage, yaitu desa dan rumah tradisional. Kepulauan Nias memiliki 4 kabupaten (yaitu Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, dan Kabupaten Nias) serta 1 kota yaitu Kota Gunungsitoli. Di antara daerah-daerah ini, Kabupaten Nias Selatan adalah satu kabupaten yang memiliki paling banyak desa tradisional dengan rumah-rumah tradisionalnya yang akan menarik wisatawan, khususnya bagi mereka yang tertarik dengan budaya.

Biasanya, untuk masuk ke sebuah desa, akan ada sebuah tangga yang memiliki panjang dan lebar yang beragam. Tangga ini terbuat dari batu dan umumnya tidak memiliki pegangan. Ketika memasuki ujung tangga akan terlihat sebuah desa dengan barisan rumah tradisional yang menempel satu sama lain. Itu adalah kekhasan rumah adat di Kabupaten Nias Selatan. Untuk memasuki rumah biasanya harus menaiki sebuah tangga kecil dari bawah rumah yang berbentuk panggung. Keunikan lainnya adalah di sekitar rumah banyak terdapat batu-batu megalith yang sayangnya sekarang menjadi tempat menjemur pakaian bagi penduduk lokal. Batu-batu ini memiliki sejarah dengan nama, bentuk, dan fungsi yang berbeda, ada yang sebagai tempat pemujaan, ada yang dibuat sebagai lambang penobatan seorang raja, dan ada juga yang berbentuk piring besar yang merupakan tempat menarinya istri raja dalam upacara penyambutan tamu. Selain itu, masing-masing desa juga memiliki sebuah rumah raja atau yang dalam bahasa Nias dikenal sebagai Omo Sebua. Omo Sebua dulunya adalah rumah milik raja atau penguasa di desa tersebut. Rumah ini biasanya merupakan rumah yang berukuran paling besar dan paling indah ukirannya. Masing-masing desa juga memiliki sebuah balai pertemuan tempat masyarakat melakukan acara-acara sosial. Biasanya letak balai pertemuan ini ada di tengah-tengah desa.

 

Tangga Masuk ke salah satu Desa Tradisional di Kabupaten Nias Selatan. Foto: Fithria Khairina Damanik

Salah Satu Desa Tradisional di Kabupaten Nias Selatan. Foto: Fithria Khairina Damanik

Contoh Balai Pertemuan yang ada di Desa Tradisional Kabupaten Nias Selatan. Foto: Fithria Khairina Damanik

Ada banyak desa dengan karakteristik seperti yang disebutkan di atas di Kabupaten Nias Selatan, namun tidak semuanya berada dalam kondisi terawat. Tidak sedikit rumah yang sudah dirubah menjadi lebih modern, dengan alasan mahalnya biaya perawatan rumah adat Nias. Salah satu yang paling dikenal dan terjaga serta sering menjadi destinasi bagi wisatawan adalah Desa Bawomataluo. Ukuran desa ini merupakan salah satu yang paling besar yang ada di Kabupaten Nias Selatan dan hampir semua rumah masih berbentuk rumah tradisional. Desa ini paling sering dijadikan desa permodelan untuk desa tradisional di Nias. Desa ini juga cukup mudah diakses dengan kondisi jalan yang cukup baik. Di desa ini wisatawan juga dapat menonton pertunjukan lompat batu yang merupakan olahraga khas Nias yang dikenal hingga tingkat internasional. Keberadaan desa tradisional di Nias Selatan beserta komponen-komponen keunikan di dalamnya adalah sesuatu yang perlu dijaga dan dirawat oleh para pemangku kepentingan pariwisata baik di tingkat lokal, provinsi, maupun nasional. Hal ini tentu tidak terlepas dari peninggalan warisan budaya Indonesia yang tidak hanya ingin kita nikmati saat ini, tetapi harus juga dapat diketahui oleh anak cucu di masa yang akan datang.