Pada 24 – 27 Juni 2022, Program Studi Destinasi Pariwisata BINUS menjalankan studi lapang (field trip) ke Candi Borobudur dan Kota Yogyakarta. Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 40 Binusian 2024 dan 2025, dengan fokus studi yang berbeda untuk setiap angkatan: ‘pariwisata berbasis masyarakat’ untuk Binusian 2024 dan ‘pemasaran pariwisata’ untuk Binusian 2025.

BINUSIAN sedang mendengarkan cerita dari pemandu di Taman Sari, Yogyakarta

(foto: TAP, 2022)

Dalam studi lapang tersebut, mahasiswa diajak berkunjung ke Candi Borobudur dan desa-desa wisata di sekitar Candi Borobudur, termasuk Desa Borobudur. Dalam kegiatan itu, selain melihat langsung kondisi terkini candi dan desa wisata, Binusian 2024 secara umum meneliti tentang partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata terkait Borobudur, terutama selama dan “setelah” pandemic COVID-19. Sedangkan Binusian 2025 belajar mengidentifikasi empat aspek Bauran Pemasaran (seperti Produk, Harga, Distribusi, dan Pomosi) pariwisata di desa-desa wisata tersebut. Selain berkunjung ke Candi Borobudur, mahasiswa juga melihat dan mengalami (experience) produk-produk pariwisata setempat, seperti mencicipi kuliner khas setempat, menonton pagelaran seni dan budaya, belajar membatik dan melukis pada piring keramik, belajar bermain gamelan Jawa, serta berkunjung ke Taman Sari dan Kotagede. Selain itu, Binusian juga berdiskusi dan mengumpulkan data dari pihak-pihak berkepentingan setempat, seperti pelaku usaha yang kebanyakan berasal dari anggota masyarakat setempat.

BINUSIAN sebelum masuk Taman Sari

(foto: TAP, 2022)

Yang menarik, banyak dari aktivitas wisata yang dilihat, dialami, dan dijadikan bahan studi oleh Binusian merupakan contoh terapan dari kegiatan pengembangan Pola Perjalanan Borobudur Trail of Civilization, yang diupayakan oleh pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada tahun 2021. Dalam pola perjalanan itu, banyak aktivitas wisata yang diangkat dari relief Candi Borobudur, seperti tari Merak, pengambilan bahan dasar pembuatan gula di kebun, pertunjukan wayang di sungai yang dilakukan oleh seorang dalang, mendengar cerita tentang kebijaksanaan kehidupan di Kawasan Candi Borobudur, dan banyak lagi. Hal ini membuktikan bahwa banyak hal yang bisa diangkat dan dikelola sebagai daya tarik pariwisata – tinggal dibutuhkan kreatifitas dan ide dari para pelaku usaha. Hal ini tentunya bisa memberikan wawasan bagi para Binusian, terutama dari sisi kewirausahaan yang memerlukan ide-ide kreatif dan inovatif serta kejelian dalam menangkap peluang.

 

Bagaimana menurutmu, teman-teman? Apakah setuju bahwa banyak hal bisa dijadikan sebagai daya tarik wisata? Silakan isi komentar di kolom di bawah ini ya.